ADA APA DENGAN TVRI?
Seperti yang kita tau,
televisi merupakan salah satu alat telekomunikasi yang berfungsi sebagai
penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom
(hitam-putih) maupun berwarna. Namun, taukah kamu? Ternyata, stasiun televisi
pertama di Indonesia mengudara pada 24 Agustus 1962 dengan menayangkan Upacara
Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari Istana Negara
Jakarta. Stasiun televisi pertama yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia itu
bernama Televisi Republik Indonesia (TVRI) dengan slogan “Menjalin Persatuan
dan Kesatuan” pada tahun 1962 hingga tahun 2001, “Makin Dekat di Hati” pada
tahun 2001 sampai 2005, “Televisi Republik Indonesia” tahun 2005 sampai 2012
dan “Saluran Pemersatu Bangsa” pada tahun 2012 hingga saat ini.
TVRI
yang merupakan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) ini memiliki karyawan sebanyak
4.884 (menurut perhitungan tahun 2016) dengan kantor pusat yang terletak di
Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dahulu, TVRI menayangkan iklan dalam
satu tayangan khusus dengan judul acara “Mana Suka Siaran Niaga” yang tayang
dua kali sehari. Akan tetapi, sejak tahun 1981 tepatnya pada bulan April hingga
akhir 90-an, TVRI tidak diperbolehkan menayangkan iklan. Namun, akhirnya TVRI
kembali diperbolehkan menayangkan iklan.
Jika kita berbicara tentang TVRI,
banyak sekali desas desus halus tentang naik dan turunnya stasiun kebanggan
masyarakat Indonesia ini. Tak sedikit pula yang menyayangkan kualitas TVRI saat
ini, belum lagi sedikit banyaknya persaingan TVRI dengan stasiun-stasiun
televisi swasta yang kian meningkat. Banyak argumen dan pendapat masyarakat
yang mengatakan bahwa kualitas acara TVRI di era 80 dan 90-an lebih baik dari
kualitas acara TVRI saat ini. Lantas apa yang terjadi dengan manajemen TVRI
hingga ia tampak “tenggelam” dari riuh ramai stasiun televisi lain yang
berlomba meningkatkan kualitasnya? Apakah ada kemungkinan yang besar untuk TVRI
bangkit kembali?
Permasalahan umum yang dihadapi TVRI
pertama adalah mengenai pendanaan. Kurangnya dana operasional maupun investasi dan
alokasi APBN yang belum dapat memadai juga menjadi alasan utama akan melemahnya
kinerja dari TVRI. Belum lagi banyaknya pegawai-pegawai dengan kinerja yang
baik berpindah ke televisi swasta dengan alasan mendapat kesejahteraan yang
lebih baik. Faktor ini pula yang nantinya akan berpengaruh pada SDM yang ada
dalam manajemen TVRI.
Kedua, jumlah SDM yang terlalu besar namun pasif. Pada
masanya, TVRI merupakan guru besar dalam dunia pertelevisian, dengan menjadi
patokan dan tempat berguru oleh banyak stasiun televisi swasta baru. Namun,
seperti pepatah “Habis manis sepah dibuang” TVRI seolah dilupakan dan
tertinggal oleh televisi swasta yang bahkan tumbuh melalui bantuannya. Pegawai
TVRI yang masih dalam usia aktif pun juga seolah meninggalkannya dan berputar
haluan kepada stasiun swasta bergengsi. Jika sudah seperti ini, maka pegawai
yang tersisa adalah pegawai-pegawai yang sudah tidak terlalu aktif dan dapat
pula dikatakan generasi ber-umur.
Ketiga, manajemen yang kurang selektif dan efisien. Untuk
mempertahankan posisinya sebagai televisi publik, manajemen yang berada
didalamnya haruslah tertata dengan baik. Manajemen dapat tertata dengan baik
apabila ruang konflik tidak terbuka teralu lebar. Selain itu, TVRI juga harus
mengolah kompetensi dan kemampuan dari SDM agar dapat lebih mengefektifkan dan mengefisienkan
manajemennya. Oleh karena itu, TVRI harus bisa merasionalisasikan jumlah
pegawai secara proposional sesuai dengan fakta dan kebutuhan.
Yang terakhir, TVRI belum bisa memunculkan tanyangan
dan program-program yang berkualitas dan lebih variatif. Ada dua hal yang
sangat berpengaruh besar dalam tayangan yang berkualitas dan lebih variatif
yaitu, ketersediaan sarana dan prasarana yang baik juga SDM yang kreatif dan
kompeten. Sungguh sangat ironis karena ternyata, alat-alat yang digunakan TVRI
saat ini bisa dikatakan tertinggal dan sudah menua. Namun memang itulah kenyataan pahit yang harus
kita ketahui. Alat-alat yang kini tidak terlalu bekerja dengan baik itu
mendominasi kualitas dari tanyangan TVRI. Jika kita perhatikan dengan seksama,
TVRI menampilkan gambar maupun suara yang tidak terlalu jernih dibandingkan
dengan stasiun televisi lain. Selain itu, program-program pada stasiun televisi
ini, sudahlah tidak semenarik seperti saat masa jayanya. TVRI sekarang dikenal
dengan julukan “TV-nya orang tua” dikarenakan program acaranya yang monoton dan
tidak variatif seperti dulu. Entah apa yang terjadi dengan TVRI, dulunya ia
digemari oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Tetapi saat
ini, ia seolah tidak dikenal terutama bagi kalangan muda, mulai dari tahun
90-an hingga sekarang.
Sebagian besar masyarakat Indonesia berharap agar
TVRI kembali bangkit seperti sedia kala. Tapi kemungkinan akanlah sedikit jika
tidak dibangun dengan perubahan yang pasti. Apakah TVRI akan berhenti atau melanjutkan
perjuangannya untuk masa yang akan datang?
Entahlah, yang pasti, indahnya TVRI akan selalu terkenang di hati.
Komentar
Posting Komentar